Kamis, 31 Oktober 2024

Bahagianya seorang (calon) guru

Dua hari lalu, sepulang melaksanakan praktek mengajar (PPL) di salah satu SMA swasta begitu masuk rumah anak sulung kami dengan wajah menyala berkata, “hari ini aku Bahagia sekali”.

“Emang kenapa kak?”, tanya kami kompak dengan penuh penasaran.

“Alhamdulillah anak-anak tadi semua antusias mengikuti Pelajaran yang kubawakan. Padahal di jam terakhir lho. Biasanya mereka Sebagian besar mengantuk. Tapi tadi tak satupun yang mengantuk. Semua mengikuti Pelajaran dengan seksama”, kata kakak menjelaskan.

“Barokallah kak, berarti kamu cocok menjadi guru karena berhasil menghadirkan happiness pada anak-anak”, kataku menimpali.

 



Sekelumit kisah yang berdasarkan kejadian nyata diatas lagi-lagi memberikan penjelasan bahwa bahagianya seorang guru itu sederhana. Ketika siswa merasa senang dan mengikuti Pelajaran yang dibawakan dengan penuh perhatian dan ketertarikan itu sudah memberikan kepuasan batin yang luar biasa dalam diri seorang guru. Mengalahkan berita cairnya tunjangan sertifikasi yang lama ditunggu gak cair-cair. Hehe.

 

Ada satu hal penting yang patut di highlight. Yaitu tentang happiness.

Saya teringat salah satu prinsip pembelajaran yang diajarkan gurunda Munif Chatib (almarhum).cek disini Beliau pernah menyampaikan diantara indikator berhasilnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru adalah adanya happiness (kebahagiaan) dalam diri siswa maupun guru.

Jadi happiness juga termasuk hasil atau output siklus pembelajaran bahkan paling menentukan. Hadirnya happiness akan mengikat kuat pengalaman pembelajaran di relung hati semua siswa yang akan diingatnya sepanjang masa.

 

So, untuk para guru jangan lupa happy dan menghadirkan happiness dalam setiap kegiatan pembelajaran yang disajikan.

Senin, 07 Oktober 2024

LIVE-IN

Alhamdulillah, tadi pagi berkesempatan melepas istri tersayang berangkat mendampingi siswa SMM (Sekolah Muda Mandiri) live-in di Kebun Hanif Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.




Live-in, apaan tuch?

Live-in adalah salah satu model belajar khas sekolah alam.

Saya mengenal model belajar itu tahun 2007 saat menjadi guru SMP Alam. Saya mendapatkan gambaran tentang live-in dari sharing seorang guru sekolah alam Jakarta yang saat itu berkunjung ke sekolah kami.

Tidak lama setelah itu, saya mengagendakan live-in untuk siswa kelas VII. Bertempat di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga. Lihat disini 

Selama tiga hari mendampingi siswa live-in disana, saya merasa re-born (terlahir Kembali). Ada banyak inspirasi dan pencerahan seputar pendidikan yang saya dapatkan dari observasi kegiatan siswa, ngobrol dengan founder komunitas dan diskusi dengan para pegiatnya. Saya meyakini live-in sebagai model belajar yang sangat efektif dan efisien.

Semua siswa pun sangat menikmati live-in itu. Mereka terlihat sangat serius bahkan hingga lupa waktu untuk terus berkegiatan. Selama tiga hari siswa bisa belajar bagaimana seharusnya belajar dari nol sampai menghasilkan sebuah karya yang apik.

Diantara karya yang dihasilkan yaitu film pendek berjudul ‘Bulan Ramadhan, kembalilah’ dibuat oleh kelompok film. Sampai sekarang saya masih ingat tokoh utama film itu adalah Huda dan pak Arifin.

10 tahun kemudian, di tahun 2017 kembali saya berkesempatan merasakan vibes live-in. Yaitu saat mendampingi siswa SMM Angkatan pertama live-in di Kampung Design Magelang. lihat disini



Live-in itu intinya menfasilitasi siswa berada di sebuah lingkungan yang ada banyak sumber ajarnya.

Filosofi live-in mengambil dari kisah hidup manusia terbaik sepanjang zaman, yaitu baginda nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam yang masa pertumbuhan awalnya (usia 0-4 tahun) live-in di sebuah kampung cukup jauh dari rumah orangtuanya, yaitu kampung bani Sa’diyah. Kenapa di kampung bani Sa’diyah? Karena disana ada beragam biodiversity yang sangat baik untuk perkembangan anak di usia dini.

Jadi, 100% saya yakin live-in adalah model belajar yang very recommended untuk dilaksanakan.

Coba aja deh!